Humanisme sekular merupakan suatu ideologi yang menempatkan manusia ke posisi setinggi-tingginya. Ia hendak memuliakan kepentingan manusia, mengalahkan kepentingan apapun. Implikasi dari paham ini, segala apa yang mengganggu dan merugikan kebebasan manusia, kepentingan manusia, selera manusia, harus dipinggirkan. Termasuk hak Tuhan untuk mencampuri dan mengatur urusan manusia, juga harus ditolak. Tegasnya, humanisme sekular hendak merendahkan Tuhan dan menuhankan manusia.
Untuk memahami humanisme, perlu diketahui asal mula istilah “humanisme” itu sendiri. Kata ini telah mengalami proses penafsiran dan penurunan kata yang cukup panjang, yang bisa ditelusuri sampai pada awal zaman Renaissance di akhir abad ke empat belas dan ke lima belas. Ada tiga istilah, yang berkaitan satu sama lain, yang perlu dipahami untuk memahami proses tersebut. Pertama, kata
“humanismus”, diciptakan pada tahun 1808 oleh ahli pendidikan Jerman, F.J. Neithammer, untuk menunjuk pada tekanan pengajaran yang diberikan pada karya-karya klasik berbahasa Latin dan Yunani di sekolah-sekolah menengah yang dilawankan dengan tuntutan yang semakin meluas terhadap pendidikan yang lebih bersifat praktis dan berorientasi pada il mu pengetahuan dan sains. Kedua, “
humanista”, yang diciptakan pada puncak kejayaan zaman Renaissance untuk menunjuk pada para profesor humanisme di universitas-universitas Italia. Kata
“humanista” sendiri diturunkan dari sebuah istilah yang lebih tua lagi, ini istilah ketiga, yakni “
humanities” atau
“studia humanitatis”, yang dipakai untuk menunjuk untuk pendidikan
liberal arts (seni liberal) dengan menggunakan karya-karya pengarang Romawi klasik seperti Cicero dan Gellius.
[1]